Minggu, 06 Desember 2015

Konsep Penyesuaian Diri Peserta Didik Usia Sekolah Menengah

Pengertian Penyesuaian Diri
Kemampuan penyesuaian diri yang sehat terhadap lingkungan merupakan salah satu prasyarat yang penting bagi terciptanya kesehatan jiwa/mental individu. Banyak individu yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan dalam hidupnya karena ketidakmampuannya dalam menyesuaikan diri baik dengan kehidupan keluarga, sekolah, pekerjaan maupun masyarakat pada umumnya. Tidak sedikit orang-orang yang mengalami stress atau depresi akibat kegagalan mereka untuk melakukan penyesuaian diri dengan kondisi lingkungan yang ada dan kompleks.
Makna keberhasilan pendidikan seseorang terletak pada sejauh mana yang telah dipelajari itu dapat membantu dalam menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan tuntutan lingkungan kehidupannya. Berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang diperoleh dari sekolah dan di luar sekolah. Seseorang memiliki sejumlah kecakapan, minat, sikap, cita-cita, dan pandangan hidup. Dengan pengalaman-pengalaman itu, secara berkesinambungan, ia dibentuk menjadi seorang pribadi yang matang dan memiliki tanggung jawab sosial dan moral.
Kondisi fisik, mental, dan emosional dipengaruhi dan diarahkan oleh faktor-faktor lingkungan yang kemungkinan akan berkembangan ke proses penyesuaian yang baik atau tidak baik. Sejak lahir sampai meninggal, seseorang individu merupakan organis cme yang bergerak aktif dan dinamis. Ia aktif dengan tujuan dan aktivitas-aktivitasnya yang berkesinambungan. Ia berusaha untuk memuaskan kebutuhan-kebutuhan jasmani dan rohani.
Pengertian penyesuaian diri (adaptasi) pada awalnya berasal dari pengertian yang didasarkan pada ilmu biologi, yaitu dikemukakan oleh
Charles Darwin yang terkenal dengan teori evolusi. Ia mengatakan “genetic changes can improve the ability of organisms to survive, reproduce, and in animals, raise offspring, this process is called adaptation”. Artinya tingkah laku manusia dapat dipandang sebagai reaksi terhadap berbagai tuntutan dan tekanan alamiah lainnya. Semua makluk hidup secara alami telah dibekali beradaptasi dengan keadaan lingkungan alam untuk bertahan hidup. Dalam istilah psikologi, penyesuaian diri (adaptasi dalam istilah biologi) disebut dengan istilah adjustment merupakan suatu proses untuk mencari titik temu antara kondisi diri dan tuntutan lingkungan (Davidoff, 1991).

Dengan demikian, penyesuaian diri merupakan suatu proses alamiah dan dinamis yang bertujuan mengubah perilaku individu agar terjadi hubungan yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungannya. Penyesuaian diri juga dapat diartikan sebagai berikut. hubungan yang lebih sesuai dengan kondisi lingkungannya. Penyesuaian diri juga dapat diartikan sebagai berikut.
a.          Penyesuaian diri berarti adaptasi dapat dipertahankan eksistensi, atau bisa “survive” dan memperoleh kesejahteraan jasmani dan rohani, dan dapat mengadakan relasi yang memuaskan dengan tuntutan lingkungan sosial.
b.         Penyesuaian diri dapat pula diartikan sebagai konformitas yang berarti menyesuaikan sesuatu dengan standar atau prinsip yang berlaku umum.
c.          Penyesuaian diri dapat diartikan sebagai penguasaan, yaitu memiliki kemampuan untuk membuat rencana dan juga mengordinasir responsrespons sedemikian rupa, sehingga bisa mengatasi segala macam konflik, kesulitan, dan frustasi-frustasi secara efektif. Individu memiliki kemampuan menghadapi realitas hidup dengan cara yang adekuat atau memenuhi syarat.
d.         Penyesuaian diri dapat diartikan sebagai penguasaan dan kematangan emosional. Kematangan emosiaonal berarti memiliki respons emosional yang sehat dan tepat pada setiap persoalan.
Karateristik Penyesuaian Diri
Sesuai dengan perkembangan fase remaja maka penyesuaian diri di kalangan remaja memiliki karakteristik yang khas pula. Berikut ini bentuk karakteristik penyesuaian diri remaja :
1)   Penyesuaian Diri Remaja terhadap Peran dan Identitasnya
Pesatnya perkembangan fisik dan psikis, seringkali menyebabkan remaja mengalami krisis peran dan identitas. Sesungguhnya, remaja senantiasa berjuang agar dapat memainkan perannya agar sesuai dengan perkembangan masa peralihannya dari masa anak-anak menjadi dewasa. Tujuannya untuk menemukan identitasnya dalam lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.

2)   Penyesuaian Diri Remaja terhadap Pendidikan
Krisis identitas yang dialami oleh remaja seringkali menimbulkan kendala dalam penyesuaian diri terhadap kegiatan belajarnya. Pada umumnya remaja mengetahui jika ingin menjadi sukses harus belajar yang rajin, namun dalam upayanya mencari identitasnya para remaja seringkali mencari kegiatan yang bersifat diluar belajar. Tidak jarang remaja ingin sukses dalam pendidikan tetapi dengan cara yang mudah tanpa belajar.


3)   Penyesuaian Diri Remaja terhadap Seks
Secara fisik remaja mengalami kematangan pertumbuhan fungsi seksual, sehingga dorongan seksualnya juga kuat. Artinya, remaja perlu menyesuaikan dirinya untuk bisa mengendalikan hasrat seksualnya, dalam batas nilai – nilai moral masyarakat dan agama.

4)   Penyesuaian Diri Remaja terhadap Norma Sosial
Dalam kehidupan bermasyarakat, tentunya memiliki aturan – aturan yang harus dijunjung tinggi mengenai baik atau buruk, benar atau salah, boleh atau tidak boleh dilakukan dalam bentuk norma – norma, hukum, nilai moral, sopan santun maupun adat istiadat. Berbagai bentuk aturan kelomopok masyarakat belum tentu bisa diterima oleh remaja saat ini. Dalam konteks ini penyesuaian diri remaja terhadap norma sosial adalah menginteraksikan antara dorongan untuk bertindak bebas, dengan tuntutan norma sosial pada masyarakat.

5)   Penyesuaian Diri Remaja terhadap Penggunaan Waktu Luang
Waktu luang remaja merupakan kesempatan untuk memenuhi dorongan bertindak bebas. Namun disisi lain, remaja dituntut agar dapat menggunakan waktu luang untuk kegiatan yang bermanfaat. Jadi upaya penyesuaian diri remaja adalah melakukan penyesuaian antara dorongan kebebasan serta inisiatif dan kreativitas dengan kegiatan yang bermanfaat. Dengan demikian penggunaan waktu luang akan menunjang diri dan manfaat sosial.

6)   Penyesuaian Diri Remaja terhadap Penggunaan Uang
Dalam kehidupannya remaja juga berupaya menemui dorongan sosial lain yang memerlukan dukungan finansial. Karena remaja belum mampu memperoleh penghasilan sendiri, dengan adanya rangsangan, tantangan, tawaran maupun kesempatan seringkali mengakibatkan jatah uang yang diterima dari orang tua dianggap kurang. Jadi, perjuangan penyesuaian diri remaja adalah berusaha untuk mampu bertindak proposional dalam memenuhi kebutuhan sosial.

7)   Penyesuaian Diri Remaja terhadap Kecemasan, Konflik dan Frustasi
Karena dinamika perkembangan yang sangat dinamis, remaja seringkali dihadapkan pada kecemasan, konflik dan frustasi. Strategi penyesuaian diri dalam hal ini biasanya malalui suatu mekanisme oleh Sigmund Freud (Corey, 1989) disebut dengan mekanisme pertahanan diri seperti kompensasi, rasionalisasi, sublimasi, identifikasi, regresi, fiksasi.
Dalam kenyataan, tidak selamanya individu akan berhasil dalam melakukan penyesuaian diri. Hal itu disebabkan adanya rintangan atau hambatan tertentu yang menyebabkan ia tidak mampu melakukan penyesuaian diri secara optimal. Rintangan-rintangan tersebut, ada individuindividu yang mampu melakukan penyesuian diri secara positif, tetapi ada pula yang melakukan penyesuaian diri secara tidak tepat.
Untuk lebih jelasnya, berikut ini akan diuraikan arakteristik penyesuaian diri yang positif dan penyesuaian diri yang salah.
1.   Penyesuaian Diri yang Positif
Diantaranya ditandai hal-hal sebagai berikut:
a.    Tidak menunjukan adanya ketegangan emosional yang berlebihan.
b.    Tidak menunjukan adanya mekanisme pertahankan yang salah.
c.    Tidak menunjukan adanya frustasi pribadi.
d.   Memiliki pertimbangan yang rasional dalam pengarahan diri.
e.    Mampu belajar dari pengalaman
f.     Bersikap realisktik dan objektif

Dalam penyesuaian diri secara positif, individu akan melakukan berbagai bentuk berikut ini.

a.               Penyesuian diri dalam menghadapi masalah secara langsung

Dalam situasi ini, individu secara langsung menghadapi masalah dengan segala akibat. Ia akan melakukan tindakan yang sesuai dengan masalah yang dihadapinya. Misalnya seorang remaja yang hamil sebelum menikah akan menghadapinya secara langsung dan berusaha mengemukakan segala alasan kepada orangtuanya.

b.               Penyesuian diri dengan melakukan eksplorasi (penjelajahan)

Dalam situasi ini, individu mencari berbagai pengalaman untuk menghadapi dan memecahkan masalah-masalahnya. Misalnya, seorang siswa yang merasa kurang mampu dalam mengerjakan tugas membuat makalah akan mencari bahan dalam upaya menyelesaikan tugas tersebut, dengan membaca buku, konsultasi, diskusi, dan sebagainya.

c.                Penyesuaian diri dengan trial and error

Dalam cara ini, individu melakukan tindakan coba-coba, dalam arti kalau menguntungkan diteruskan dan kalau gagal tidak diteruskan. Misalnya, seorang pengusaha mengadakan spekulasi untuk meningkatkan usahanya.

d.               Penyesuaian diri dengan subsitusi (mencari pengganti)

Apabila individu merasa gagal dalam menghadapi masalah, ia dapat memperoleh penyesuaian dengan jalan mencari pengganti. Misalnya,gagal berpacaran secara fisik, ia akan mencari pacar penggati yang sesuai dengan yang ia inginkan.
e.                Penyesuaian diri dengan belajar
Dengan belajar, individu dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk membantu penyesuaian dirinya. Misalnya, seorang guru akan berusaha belajar tentang berbagai ilmu pengetahuan untuk meningkatkan kemampuan profesionalismenya.
 f.                 Penyesuaian diri dengan pengendalian diri
Penyesuaian diri akan lebih efektif jika disertai oleh pengetahuan memilih tindakan yang tepat serta pengendalian diri yang tepat pula. Dalam situasi ini, individu akan berusaha memilih tindakan mana yang harus dilakukan dan tindakan mana yang tidak perlu dilakukan.Cara inilah yang disebut inhibisi.

g.               Penyesuian diri dengan perencanaan yang cermat

Dalam hal ini, sikap dan tindakan yang dilakukan merupakan keputusan yang diambil berdasarkan perencanaan yang cermat dan matang. Keputusan diambil  setelah dipertimbangakan dari berbagai segi, seperti untung dan ruginya.


2.   Penyesuaian diri yang salah
Kegagalan dalam melakukan penyesuaian diri secara positif, dapat mengakibatkan individu melakukan penyesuaian yang salah. Penyesuaian diri yang salah ditandai dengan sikap dan tingkah laku yang serba salah, tidak terarah, emosional, sikap yang tidak realistik, membabi buta, dan sebagainya. Ada tiga bentuk reaksi dalam penyesuaian yang salah, yaitu rekasi bertahan, reaksi menyerang, dan reaksi melarikan diri.


 a.   Reaksi bertahan (defence reaction)

Individu berusaha mempertahankan dirinya dengan seolah-olah ia tidak menghadapi kegagalan, ia akan menunjukkan dirinya tidak mengalami kesulitan. Adapun bentuk khusus dari reaksi ini yaitu:
1)    Resionalisasi, yaitu mencari cari alasan yang masuk akal untuk membenarkan tindakanya yang salah.
2)    Represi, yaitu menekan perasaannya yang dirasakan kurang enak ke alam tidak sadar. Ia akan berusaha melupakan perasaan atau pengalamannya yang kurang menyenangkan atau menyakitkan.
3)    Proyeksi, yaitu menyalahkan kegagalan dirinya pada pihak lain atau pihak ketiga untuk mencari alasan yang bisa diterima. Misalnya, seorang siswa yang tidak lulus hal itu disebabkan guru-gurunya membenci dirinya.
4)    “Saur Grapes” (anggur kecut) yaitu memutar balikkan fakta atau kenyataan. Misalnya, seorang remaja yang gagal menulis sms mengatakan bahwa handphonenya rusak, padahal dia sendiri tidak bisa menggunakan HP.

b.   Reaksi menyerang (Aggrresive Action)

Individu yang salah akan menunjukkan sikap dan perilaku yang bermanfaat menyerang atau konfrontasi untuk menutupi kekurangan atau kegagalannya. Ia tidak mau menyadari kegagalannya atau tidak mau menerima kenyataan. Reaksi-reaksinya, antara lain:
  1)          Selalu membenarkan diri sendiri,
2)                   Selalu ingin berkuasa dalam setiap situasi,
3)                   Merasa senang bila mengganggu orang lain,
4)                   Suka menggertak, baik dengan ucapan maupun perbuatan,
5)                   Menunjukan sikap permusuhan secara terbuka,
6)                   Bersikap menyerang dan merusak,

7)                   Keras kepala dalam sikap dan perbuatannya,
8)                   Suka bersikap balas dendam,
9)                   Memperkosa hak orang lain,
10)               Tindakannya suka serampangan, dan sebagainya.
11)               Marah secara sadis

c.    Reaksi melarikan diri (escape reaction)

Dalam reaksi ini, individu akan melarikan diri dari situasi yang menimbulkan konflik atau kegagalannya. Reaksinya tampak sebagai berikut:
1)   Suka berfantasi untuk memuaskan keinginan yang tidak tercapai dengan bentuk angan-angan ( seolah-olah sudah tercapai )
2)   Banyak tidur, suka minuman keras, bunuh diri, atau menjadi pecandu narkoba,
3)   Regresi, yaitu kembali pada tingkah laku kekanak-kanakan. Misalnya, orang dewasa yang bersikap dan berperilaku seperti anak kecil.



3.   Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Penyesuaian Diri.
Menurut Schneiders (1984), setidaknya ada lima faktor yang dapat memengaruhi proses penyesuaian diri remaja, yaitu:
1.      kondisi fisik
2.      kepribadian
3.      proses belajar
4.      lingkungan
5.      agama dan budaya
Proses penyesuaian diri sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang menentukan kepribadian itu sendiri, baik internal maupun eksternal.
Faktor-faktor itu dapat dikelompokkan sebagai berikut.

a.   Faktor Fisiologis

Kondisi fisik, seperti struktur fisik dan temperamen sebagai disposisi yang diwariskan, aspek perkembangannya secara instrinsik berkaitan erat dengan susunan tubuh. Shekdon mengemukakan bahwa terdapat korelasi yang positif antara tipe-tipe bentuk tubuh dan tipe-tipe temperamen (Moh. Surya, 1977). Misalnya orang yang tergolong ektomorf, yaitu ototnya lemah atau tubuhnya rapuh, ditandai oleh sifat-sifat segan dalam melakukan aktivitas sosial, pemalu, pemurung, dan sebagainya.
Karena struktur jasmaniah merupakan kondisi yang primer bagi tingkah laku, dapat diperkirakan bahwa sistem saraf, kelenjar, dan otot merupakan faktor yang penting bagi proses penyesuaian diri.
Kesehatan dan penyakit jasmaniah juga berpengaruh terhadap penyesuaian diri. Kualitas penyesuaian diri yang baik pula. Ini berarti bahwa gangguan jasmaniah yang diderita oleh seseorang akan mengganggu proses penyesuaian dirinya. Gangguan penyakit yang kronis dapat menimbulkan kurangnya kepercayaan diri, perasaan rendah diri, rasa ketergantungan, perasaan ingin dikasihi, dan sebagainya.
  
 




 b.   Faktor Psikologis

Banyak faktor psikologis yang mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri seperti pengalaman, hasil belajar, kebutuhan-kebutuhan,aktualisasi diri, frustasi, depresi, dan sebagainya.
1)   Faktor pengalaman
Tidak semua pengalaman mempunyai makna dalam penyesuaian diri. Pengalaman yang mempunyai arti dalam penyesuian diri, terutama pengalaman yang menyenangkan atau pengalaman traumatik (menyusahkan). Pengalaman yang menyenangkan, seperti memperoleh hadiah dari suatu kegiatan cenderung akan menimbulkan proses penyesuaian diri yang baik. Sebaliknya, pengalaman yang traumatik akan menimbulkan penyesuaian diri yang keliru.
2)   Faktor belajar
Proses belajar merupakan suatu dasar yang fundamental dalam proses penyesuaian diri. Hal ini karena melalui belajar, pola-pola respon yang membentuk kepribadian akan berkembang. Sebagian besar respon dan ciri-ciri kepribadian lebih banyak diperoleh dari proses belajar daripada diperoleh secara diwariskan. Dalam proses penyesuaian diri,belajar merupakan suatu proses modifikasi tingkah laku sejak fase fase awal dan berlangsung terus sepanjang hayat dan diperkuat dengan kematangan.
3)   Determinasi diri

Proses penyesuaian diri, disamping ditentukan oleh faktor-faktor tersebut diatas, terdapat faktor kekuatan yang mendorong untuk mencapai taraf penyesuaian yang tinggi dan atau merusak diri. Determinasi diri mempunyai fungsi penting dalam proses penyesuaian diri, karena berperan dalam pengendalian arah dan pola penyesuaian diri.

4)   Faktor konflik
Pengaruh konflik terhadap perilaku tergantung pada sikap konflik itu sendiri. Ada pandangan bahwa semua konflik bersifat mengganggu atau merugikan. Sebenarnya, beberapa konflik dapat memotivasi seseorang untuk meningkatkan kegiatan dan penyesuaian diri. Misalnya, seorang anak dengan orang tuanya yang berbeda pendapat tentang waktu belajar. Anak tersebut berpendapat bahwa waktu belajar hanya dilakukan saat di sekolah saja, akan tetapi orang tua anak tersebut berpendapat bahwa belajar juga dilaksanakan di rumah demi memahami materi yang akan diajarkan dan sudah diajarkan. Anak tersebut tidak akan mengetahui keuntungan dari melaksanakan pendapat orang tuanya setelah menerima nilai raport yang jelek di akhir semester karena tidak belajar di rumah setiap harinya. Maka dari hasil raport tersebut anak akan bisa lebih bisa membagi waktu dan menuruti orangtua.

c.    Faktor perkembangan dan kematangan

Dalam proses pengembangan, respon berkembang dari respon yang bersifat instinktif menjadi respon yang bersikap hasil belajar dan pengalaman. Dengan bertambahnya usia perubahan dan perkembangan respon, tidak hanya diperoleh proses belajar, tetapi juga perbuatan individu telah matang untuk melakukan respons dan ini menentukan pola penyesuaian dirinya.
Sesuai dengan  hukum perkembangan, tingkat kematangan yang di capai individu yang berbeda-beda, sehingga pola-pola penyesuaian juga akan bervariasi sesuai tingkat perkembangan dan kematangan yang dicapainya. Selain itu, hubungan antara penyesuaian dan perkembangan dapat berbeda-beda menurut jenis aspek perkembangan dan kematangan yang dicapai. Kondisi-kondisi perkembangan dan kematangan memengaruhi tiap aspek kepribadian individu, seperti emosional, sosial, moral, keagamaan, dan intelektual.
 
 d.   Faktor lingkungan

Berbagai lingkungan, seperti keluarga, sekolah dan masyarakat, kebudayaan, dan agama berpengaruh kuat terhadap diri seseorang.

1)     Pengaruh lingkungan keluarga
Dari sekian banyak faktor yang mengkondisikan penyesuaian diri, faktor lingkungan keluarga merupakan faktor yang sangat penting. Karena keluarga merupakan media sosialisasi bagi anak-anak proses sosialisasi dan interaksi sosial yang pertama dan utama di jalani individu di lingkungan keluarganya. Hasil sosialisasi tersebut kemudian dikembangakan di lingkungan sekolah dan masyarakat umum.
2)     Pengaruh hubungan dengan orang tua
Pola hubungan orang tua dan anak mempunyai pengaruh yang positif terhadap proses penyesuaian diri. Beberapa pola hubungan yang dapat memengaruhi penyesuaian diri adalah sebagai berikut.
·       Menerima (acceptance)
Orang tua menerima kehadiran anaknya dengan cara-cara yang baik, sikap penerimaan ini dapat menimbulkan suasana hangat, menyenangkan dan rasa aman bagi anak.
·       Menghukum dan disiplin yang berlebihan
Hubungan orang tua dengan anak bersifat keras. Disiplin yang terlalu berlebihan dapat menimbulkan suasana psikologis yang kurang menyenangkan bagi anak.
·       Memanjakan dan melindungi anak secara berlebihan
Perlindungan dan pemanjaan secara berlebiahan dapat menimbulkan perasaan tidak aman, cemburu, rendah diri, canggung, dan gejala-gejala yang lainya
·       Penolakan
Orang tua menolak kehadiran. Beberapa penelitaian menunjukan bahwa penolakan orang tua pada anaknya akan menimbulkan hambatan dalam penyesuaian diri


3)     Hubungan saudara
Hubungan saudara yang penuh persahabatan, saling menghormati, penuh kasih sayang, berpengaruh terhadap penyesuaian diri yang lebih baik. Sebaliknya suasana permusuhan perselisihan, iri hati, kebencian, kekerasan, dan sebagainya dapat menimbulkan kesulitan dan kegagalan anak dalam penyesuaian dirinya.
4)       Lingkungan masyarakat

Keadalaan lingkungan masyarakat tempat individu berada menentukan proses dan pola-pola penyesuaian diri. Hasil penelitian menunjukan bahwa gejala tingkah laku atau perilaku menyimpang bersumber pada pengaruh keadaan lingkungan masyarakatnya pergaulan yang salah dan terlalu bebas dikalangan remaja dapat memengaruhi pola-pola  penyesuaian dirinya.

5)     Lingkungan sekolah
Lingkungan sekolah berperan sebagai media sosialisasi, yaitu mempengaruhi kehidupan intelektual, sosial dan moral anak-anak. Suasana sekolah baik sosial maupun psikologis akan memengaruhi proses dan pola penyesuaian diri para siswanya. Pendidikan yang diterima anak disekolah merupakan bekal bagi proses penyesuaian diri mereka dilingkungan masyarakatnya.
e.    Faktor budaya dan agama
Proses penyesuaian diri anak, mulai lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat secara bertahap dipengaruhi oleh faktor-faktor kultur dan agama. Lingkungan kultural tempat individu berada dan berinteraksi akan menentukan pola-pola penyesuaian dirinya. Misalnya, tata cara kehidupan di masjid atau gereja akan memengaruhi cara anak menempatkan diri dengan masyarakat sekitarnya.
Agama mamberikan suasana psikologis tertentu dalam mengurangi konflik, frustasi dan ketegangan lainnya. Agama juga memberikan suasana damai dan tenang pada anak. Ajaran agama ini merupakan sumber nilai, norma, kepercayaan dan pola tingkah laku yang akan memberikan tuntunan bagi arti, tujuan dan kestabilan hidup anak. Sembahyang dan berdoa merupakan media menuju arah  kehidupan yang lebih nyaman, tenang, dan berarti bagi manusia. oleh karena itu, agama memegang peranan penting dalam proses penyesuaian diri seseorang.








  Proses penyesuaian diri
Penyesuaian diri adalah proses bagaimana individu mencapai keseimbangan diri untuk memenuhi kebutuhan sesuai dengan lingkungan. Seperti kita ketahui penyesuaian diri yang sempurna tidak akan pernah tercapai. Penyesuaian diri lebih bersifat suatu proses psikologis sepanjang hayat (live long procces) dan manusia terus menerus akan berupaya menemukan dan mengatasi tekanan dan tantangan hidup, guna mencapai pribadi yang sehat.
Orang akan dikatakan sukses dalam melakukan penyesuaian diri jika ia akan mamenuhi kebutuhanya dengan cara-cara yang wajar atau dapat dierima oleh lingkungan tanpa merugikan atau mengganggu orang lain. Penyesuaian diri yang baik, yang selalu ingin diraih oleh seorang tidak akan dicapai, kecuali kehidupan orang tersebut benar-benar terhindar dari tekanan tergoncangan dan ketegangan jiwa.
Pada dasarnya penyesuaian diri melibatkan individu dengan lingkunganya. Beberapa faktor lingkungan yang dapat menciptakan penyesuaian diri yang cukup sehat bagi remaja adalah sebagai berikut.

1.      Lingkungan keluarga yang harmonis
Apabila dibesarkan dalam keluarga yang harmonis yang didalamnya terdapat cinta kasih, respek telorensi, rasa aman, dan kehangatan, seorang anak akan dapat melakukan penyesuaian diri secara sehat dan baik. Rasa dekat dengan keluarga merupakan suatu kebutuhan pokok bagi perkembangan jiwa seorang anak
Lingkungan keluarga juga meupakan lahan untuk mengambangakan berbagai kemampuan, yang dipelajarainya melalui permainan, canda gurau, pengalaman sehari-hari dalam keluarga. Dilingkungan keluarga, seorang anak belajar untuk tidak egaois. Ia diharapkan dapat bebagi rasa dengan anggota kelurga yang lain dan belajar untuk menghargai hak orang lain.
Dalam interaksi dengan keluarganya, seorang anak juga mempelajari sejumlah adat dan kebiasaan, seperti dalam hal makan, minum, berbicara, berpakaian , cara berjalan, duduk dan sebagainya. Selain itu, dalam keluaraga masih banyak hal lain yang berperan dalam proses pembentukan kemampuan penyesuaian diri yang sehat, seperti rasa percaya pada orang lain atau diri sendiri, pengendalian rasa ketakutan, sikap telorensi, kerjasama, kehangatan, dan rasa aman yang semua hal itu sangat berguan bagi penyesuaian diri di masa depanya.

2.      Lingkungan Teman Sebaya
Menjalin hubungan yang erat dan harmonis dengan teman sebaya sangatlah penting pada masa remaja. Suatu hal yang sulit bagi remaja adalah menjauhkan diri dan dijauhi oleh temanya. Remaja mencurahkan pada teman-temanya apa yang tersimpan di hatinya, dari angan, pemikiran dan perasaan-perasannya. Ia mengungkapkan pada teman sebayanya yang akrab secara bebas dan terbuka tentang rencana, cita-cita, dan kesulitan-kesulitan hidupnya.
Pengertian dan saran-saran dari temanya akan membantu dirinya dalam menerima keadaan dirinya serta memahami hal-hal yang menjadikan dirinya berbeda dari orang lain dan keluarga orang lain. Semakin ia mengerti dirinya, semakin meningkatkan keadaanya untuk menerima dirinya, mengetahui kekuatan dan kelemahannya. Ia akan menemukan cara penyesuaianya yang tepat sesuai dengan potensi yang dimilikinya itu.




3.      Lingkungan sekolah.

Sekolah mempunyai tugas yang tidak terbatas pada masalah pengetahuan dan informasi saja, tetapi juga mencakup tanggung jawab moral dan sosial secara luas dan kompleks. Demikian pula guru, tugasnya tidak hanya mengajar saja tetapi juga berperan sebagai pendidik, pembimbing, dan pelatih bagi murid-muridnya. Pendidikan yang modern menuntut guru untuk mengamati pengembangan penyesuaian diri murid-muridnya serta mampu menyusun sistem pendidikan yang sesuai dengan perkembangan tersebut.

1 komentar:

  1. 1xbet korean soccer betting domain bestbet789.com
    1xbet korean soccer betting in korea - We offer odds on every football market. We have a lot of football odds 1xbet 후기 for every game, in our betting markets you

    BalasHapus